2024-08-31

3.1.a.9. Aksi Nyata - Modul 3.1

Tujuan Pembelajaran Khusus : CGP dapat mempraktikkan proses pengambilan keputusan, paradigma, prinsip, dan pengujian keputusan di sekolah CGP.

Pada tahapan akhir dari siklus pembelajaran MERDEKA, Bapak/Ibu CGP akan mendapat kesempatan untuk mempraktikkan proses pengambilan keputusan, paradigma, prinsip, dan pengujian keputusan di sekolah CGP. CGP akan mencari kasus nyata yang mengandung unsur dilema etika dengan melakukan wawancara dengan pimpinan (kepala sekolah) kemudian membuat tulisan berupa rangkuman, kesimpulan, refleksi yang menunjukkan pengetahuan dan pengalaman CGP.

Anda tidak ditugaskan untuk melaporkan implementasinya melalui LMS. Anda akan berkesempatan untuk mendiskusikan pengalaman dan refleksi dari aksi nyata ini bersama pendamping pada saat  pendampingan individu kelima.

Di samping itu, Anda juga diharapkan dapat membagikan pengalaman dan pengetahuan yang didapat selama mempelajari modul ini melalui berbagai media, termasuk situs portofolio digital Anda, agar jiwa dari pengambilan keputusan sebagai pemimpin bisa semakin kuat, dikenal, dipahami, serta dipraktikkan di Indonesia.

Hasil Tugas Julianthie Mandasari

Rangkuman

Modul 3.1 tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan memberikan wawasan yang mendalam mengenai bagaimana seorang pemimpin dapat menggunakan prinsip-prinsip kebajikan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan. Modul ini menekankan pentingnya integritas, keadilan, dan kebijaksanaan dalam membuat keputusan yang tidak hanya mematuhi standar etika, tetapi juga mendukung kesejahteraan semua pihak yang terlibat. Modul ini menguraikan konsep utama, termasuk empat paradigma dalam pengambilan keputusan, tiga prinsip utama, dan sembilan langkah untuk menguji keputusan yang dibuat. Dengan menerapkan nilai-nilai kebajikan ini, pemimpin diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih positif dan kondusif, serta mampu menghadapi dilema etika dengan lebih bijak.

Kesimpulan

Pengambilan keputusan yang berdasarkan nilai-nilai kebajikan mengharuskan pemimpin untuk mempertimbangkan dengan matang aspek keadilan, kebenaran, dan tanggung jawab. Dalam prosesnya, pemimpin harus menyelaraskan nilai-nilai pribadi dengan prinsip-prinsip etika universal guna mencapai keputusan yang adil dan bijaksana. Pengalaman belajar dari modul ini menunjukkan bahwa kualitas keputusan tidak hanya diukur dari hasil akhirnya, tetapi juga dari proses dan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Penerapan prinsip-prinsip kebajikan serta pengujian keputusan secara sistematis membantu pemimpin untuk menghadapi dilema etika dengan lebih percaya diri dan efektif.

Refleksi

Setelah mempelajari modul ini, pemahaman saya tentang pentingnya prinsip-prinsip etika dan nilai-nilai kebajikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan semakin kuat. Proses pengambilan keputusan tidak hanya menuntut pertimbangan praktis, tetapi juga penilaian moral yang mendalam. Dengan memahami empat paradigma, tiga prinsip utama, dan sembilan langkah pengujian keputusan, saya merasa lebih siap untuk membuat keputusan yang adil dan berkelanjutan. Hal ini juga menekankan pentingnya integritas, empati, dan keadilan dalam setiap keputusan, terutama dalam konteks kepemimpinan di dunia pendidikan.

 

AKSI PRAKTIK:

Praktik Pengambilan Keputusan, Paradigma, Prinsip, dan Pengujian Keputusan

BENTUK KASUS: Dilema Seorang Pengawas ujian (wali kelas) Antara Pemberian Sanksi dan Pembinaan

Saya pernah mengalami situasi di mana salah satu siswa saya kedapatan membawa perangkat elektronik yang dilarang saat ujian oleh petugas pengawas.

Siswa ini dikenal sangat pintar, tetapi sering kali kesulitan mengatur waktu karena terlibat dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan pekerjaan paruh waktu. Sebagai wali kelas, saya menghadapi dilema: (1) Menjatuhkan sanksi sesuai aturan sekolah, yang mungkin berdampak negatif pada nilai dan reputasi siswa tersebut, atau (2) Memberikan kesempatan untuk pembinaan dengan pendekatan yang lebih mendukung, seperti konseling dan ujian ulang, namun dengan risiko dianggap tidak adil oleh siswa lain.

 

Paradigma yang Digunakan:

Keadilan VS Kasihan (Justice VS Mercy)

Keadilan: Menjatuhkan sanksi sesuai dengan aturan sekolah, yang menekankan pada konsistensi dalam penerapan peraturan.

Kasihan: Memberikan kesempatan pembinaan dengan pendekatan yang lebih mendukung, seperti konseling dan ujian ulang, yang menekankan pemahaman terhadap kondisi khusus siswa dan memberikan peluang untuk memperbaiki diri.

Prinsip yang Mendasari:

Pemikiran Berbasis Kepedulian (Care-Based Thinking)

Keputusan untuk memberikan kesempatan pembinaan didasarkan pada empati dan pemahaman terhadap situasi pribadi siswa. Pendekatan ini mempertimbangkan bagaimana saya ingin diperlakukan jika berada dalam situasi yang serupa.

 

9 Langkah Pengambilan dan Pengujian Keputusan

Nilai-nilai yang Saling Bertentangan:

Keadilan dan Disiplin (mengikuti peraturan sekolah) VS Empati dan Dukungan (membantu siswa yang kesulitan).

Siapa yang Terlibat:

Siswa, Saya sebagai wali kelas, guru pengawas ujian, siswa lain, dan orang tua siswa.

Fakta-fakta yang Relevan: 

Siswa kedapatan membawa perangkat elektronik saat ujian.

Siswa tersebut cerdas tetapi kesulitan mengatur waktu karena keterlibatan dalam kegiatan lain.

Peraturan sekolah mengharuskan sanksi tegas untuk pelanggaran semacam ini.

Memberikan kesempatan pembinaan bisa dianggap tidak adil oleh siswa lain.

Pengujian Benar atau Salah:

 Uji Legal: Tidak ada pelanggaran hukum, namun peraturan sekolah mengharuskan sanksi tegas.

Uji Regulasi: Mengikuti peraturan sekolah berarti memberikan sanksi, tetapi pembinaan juga bisa melanggar aturan.

Uji Intuisi: Memberikan kesempatan pembinaan lebih bermanfaat bagi perkembangan siswa.

Uji Publikasi: Jika keputusan untuk memberikan pembinaan dipublikasikan, saya mungkin merasa tidak nyaman karena bisa dianggap tidak adil oleh siswa lain.

Uji Panutan: Panutan saya mungkin akan mencari solusi yang mendukung perkembangan mental siswa tanpa mengabaikan keadilan dan disiplin.

Pengujian Paradigma Benar Lawan Benar:

Paradigma yang sesuai adalah Keadilan VS Kasihan (Justice VS Mercy).

Prinsip Resolusi/Penyelesaian:

Prinsip yang digunakan adalah Pemikiran Berbasis Kepedulian (Care-Based Thinking), karena ini melibatkan empati dan memperlakukan siswa seperti yang saya harapkan diperlakukan.

Investigasi Opsi Trilemma:

Saya mencari solusi kompromi dengan memberikan siswa tersebut kesempatan untuk memperbaiki kesalahan melalui konseling dan ujian ulang, sambil menjelaskan situasi kepada siswa lain untuk menghindari kesalahpahaman.

Buat Keputusan:

Memberikan siswa tersebut kesempatan pembinaan dengan konseling dan ujian ulang, sambil memberikan penjelasan terbuka kepada kelas tentang alasan di balik keputusan ini untuk menjaga transparansi dan keadilan.

Lihat Lagi Keputusan dan Refleksikan:

Berdasarkan keputusan yang diambil, hal ini memungkinkan saya untuk membantu siswa tersebut tanpa mengabaikan nilai keadilan dan disiplin. Keputusan ini juga membantu saya menjadi lebih empatik dan pengertian dalam menangani masalah serupa di masa depan, serta menjaga kepercayaan dan transparansi dengan siswa lain.

Evaluasi Ketepatan Tahapan Pengambilan dan Pengujian Keputusan:

Langkah-langkah pengambilan keputusan yang diikuti sudah tepat, karena melibatkan identifikasi nilai-nilai yang bertentangan, pihak yang terlibat, pengumpulan fakta, dan berbagai pengujian untuk memastikan keputusan yang diambil adalah etis dan dapat dipertanggungjawabkan.

 

Pertanyaan Lanjutan:

Tidak ada pertanyaan lanjutan karena keputusan yang diambil sudah tepat.

 Evaluasi Ketepatan Keputusan yang Diambil:

Keputusan yang diambil sudah tepat, yaitu memilih memberikan kesempatan pembinaan dengan pendekatan yang lebih mendukung, seperti konseling dan ujian ulang, dengan tetap berkomunikasi secara transparan dengan siswa lain mengenai alasan di balik keputusan ini, sehingga mereka memahami konteks dan tidak merasa diperlakukan tidak adil.


2024-08-30

2.3.a.9. Aksi Nyata - Modul 2.3

 


Tujuan Pembelajaran Khusus:  CGP mempraktikkan  rangkaian supervisi akademik dalam pembelajaran dengan menggunakan paradigma berpikir coaching dan melakukan refleksi terhadap praktik supervisi akademik tersebut. Supervisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

Percakapan pra coaching, pengamatan kelas, percakapan pasca coaching. Dengan tahapan tersebut terbukti dapat memperkuat kualitas pembelajaran di kelas. kegiatan supervisi akademik dilakukan kepada rekan guru sejarah saat mengajar di kelas X APHP. Berikut link video yang sudah diunggah pada kanal youtube.

PRA OBSERVASI


OBSERVASI

PASCA OBSERVASI



2024-08-28

Modul 3.2 - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber daya - Pendidikan Guru Penggerak

 

·       Mengingat-ingat ekosistem, bayangkan sekolah atau salah satu sekolah tempat Bapak dan Ibu bertugas. Apa bagian-bagian yang ada dari sekolah tersebut sebagai sebuah ekosistem?

Jika dibayangkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah saya terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik mencakup berbagai unsur hidup seperti kepala sekolah, siswa, guru, tenaga kependidikan (seperti TU, petugas perpustakaan, laboran, tukang kebun, tenaga kebersihan, penjaga sekolah), komite sekolah, penjaga kantin, orang tua murid, pemangku kepentingan, masyarakat sekitar, serta unsur alam seperti pepohonan di lingkungan sekolah, ikan dan lele di kolam sekolah, serta ternak lebah kelulut di hutan sekolah.

Sedangkan komponen abiotik mencakup berbagai unsur tak hidup seperti ruang kelas, meja, bangku, kipas angin, proyektor, papan tulis, alat tulis, dekorasi kelas, laboratorium dan peralatan (termasuk komputer, peralatan kimia, fisika, dan biologi), perpustakaan beserta koleksi bukunya, mushola dan perlengkapannya, UKS dengan peralatan medisnya, toilet, ruang majelis guru, ruang kepala sekolah, ruang TU, ruang kesiswaan, ruang OSIS, ruang BK, kantin, ruang koperasi, lapangan upacara, lapangan olahraga, taman sekolah, hutan sekolah, kolam sekolah, greenhouse, ruang kompos, ruang kesenian, galeri, fingerprint, sistem administrasi, sistem E-Raport, sistem penilaian, peraturan-peraturan, KOSP, dokumen-dokumen, penilaian kinerja, serta lingkungan sekitarnya, dan lain sebagainya.

 

·     Apa saja yang bisa Anda sebut sebagai sumber daya yang dimiliki atau dapat dimanfaatkan oleh sekolah? Perhatikan untuk tidak terpaku pada hal-hal yang kelihatan.

Tenaga Kerja, Kepemimpinan oleh Kepala Sekolah, Pengelolaan Sekolah dan Sistem Manajemennya, Rencana Pembelajaran Operasional Sekolah (KOS), Semangat Kekeluargaan, Sarana dan Prasarana Sekolah, Pemanfaatan Teknologi dan Sistem Digital, Jaringan dan Kemitraan, serta Pemeliharaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekitar.

·    Refleksikan sosok pemimpin atau kepala sekolah yang memimpin sekolah tersebut. Apa hal-hal yang paling diingat dari sosok pemimpin tersebut, terkait dengan perannya di ekosistem sekolah serta pelibatan/pemanfaatan sumber daya yang ada?

Kepemimpinan seorang kepala sekolah sangat krusial dalam membentuk ekosistem sekolah yang sehat dan produktif dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada secara optimal. Saya mencoba mengenang dan merefleksikan sosok kepala sekolah yang pernah memimpin di sekolah kami, yang meninggalkan kesan mendalam dalam perannya.

Seorang pemimpin yang efektif memiliki visi dan misi yang jelas, yang kemudian disampaikan, didiskusikan bersama, dan dijadikan visi misi bersama sekolah. Mereka memiliki target kepemimpinan yang terukur dan terus dievaluasi, serta mampu membentuk manajemen yang mendukung kepemimpinannya dengan pembagian tugas yang jelas dan standar operasional prosedur (SOP) yang baik. Penyusunan Rencana Kerja Jangka Panjang (RKJP), Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM), Rencana Kerja Tahunan (RKT/RKS), dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.

Kemampuan komunikasi yang baik menjadi kunci untuk menggerakkan seluruh komponen di sekolah, sementara kebijaksanaan dalam mengelola dan memanfaatkan semua sumber daya yang ada serta wibawa sebagai pemimpin menjadi ciri khas dari setiap kepala sekolah yang pernah memimpin di sini. Meskipun setiap kepala sekolah memiliki karakteristik unik, alhamdulillah, setiap pemimpin selalu diterima dengan baik dan memberikan warna tersendiri melalui amanah kepemimpinannya.

Selain itu, jiwa kolaboratif yang mengajak semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama mewujudkan impian sekolah juga menjadi ciri yang diingat. Tidak kalah penting adalah kemampuan kepala sekolah dalam mengelola konflik dengan cara yang menguntungkan banyak pihak, memberikan manfaat besar, dan meminimalkan mudarat. Supervisi yang dilakukan tidak hanya mencakup guru, tetapi juga seluruh staf di bawah kepemimpinannya (Tendik, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Laboratorium, Kepala Perpustakaan, Wali Kelas, dan tugas tambahan lainnya) dengan instrumen yang jelas untuk mendorong peningkatan potensi dan kemajuan sekolah. Seorang kepala sekolah yang baik juga mampu memotivasi semua orang di bawah kepemimpinannya untuk memberikan yang terbaik dari diri mereka.

·       Jadi, seperti apa peran pemimpin yang ideal itu, khususnya dalam hal memanfaatkan semua bagian dari ekosistem dan mengelola sumberdaya yang ada di dalam dan sekitar sekolah?

Menurut saya pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang amanah terhadap kepemimpinannya, mengutamakan keseimbangan ekosistem sekolah, dan memperhatikan keberlanjutan ekosistem sekolah. Dari yang telah saya lihat dalam diri kepala sekolah, maka indikator pemimpin ideal dalam pandangan saya:

  • ·       memiliki visi misi, berikut strategi dan rencana berkelanjutan
  • ·       memiliki kemampuan manajerial
  • ·       memiliki kemampuan komunikasi yang baik (mengayomi semua pihak)
  • ·       Adil dengan ketentuan-ketentuannya (sesuai SOP)
  • ·       memiliki kemampuan kolaborasi
  • ·       memiliki ilmu dan pengalaman kepemimpinan
  • ·       memiliki kemampuan mensupervisi
  • ·       memiliki kemampuan manajemen konflik
  • ·       memiliki kemampuan kewirausahaan
  • ·       memiliki kemampuan kemitraan dan kerjasama
  • ·       senang memotivasi
  • ·       Bijaksana dan berwibawa
  • ·       memiliki keberanian
  • ·   memiliki kemampuan kepemimpinan (tepat dalam memilih pembantunya, keberanian dalam bertindak, pengawasan yanag ketat, keberanian dalam menjalankan hukum dan peraturan)
  • ·       memiliki kasih sayang (tidak ada kasih sayang tanpa akal yang bijaksana dan kehormatan diri)

 

·       Silakan refleksikan, posisi diri Bapak dan Ibu dalam ekosistem sekolah. Sejauh mana Bapak Ibu sebagai guru atau peran lainnya telah memanfaatkan sumber daya sekolah?

Di sekolah ini, saya menjalankan beberapa peran penting: sebagai guru produktif APHP, Kepala jurusan APHP, serta walikelas. Dalam peran saya sebagai guru, saya menyusun perangkat pembelajaran, berkoordinasi dengan kepala sekolah, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan penilaian, dan melaporkan hasil pembelajaran kepada wali kelas. Meski saya sudah berusaha menyampaikan informasi yang diperlukan, saya merasa ada kekurangan dalam mengkomunikasikan perkembangan setiap siswa kepada orang tua secara langsung, terutama karena beban jam mengajar dan jumlah siswa yang cukup banyak.

·       Apa saja harapan pada diri Bapak dan Ibu sebagai seorang pendidik, pemimpin, dan pada murid setelah mempelajari modul ini?

  • ·       Diri sendiri
  • ·       Murid
  • ·       Sekolah
  • Sesuai kompetensi lulusan yang dituju pada modul ini

1.       Diri sendiri: dapat melakukan pendampingan kepada seluruh komunitas sekolah untuk dapat menggunakan pendekatan reflektif dan interaktif dalam mengelola program dan sumber daya sekolah.

2.       Murid: dapat merencanakan, menginisiasi dan mengorganisasi kerangka program pengembangan sekolah yang mendorong kepemimpinan murid berbasis data dan bukti.

3.       Sekolah: dapat memfasilitasi pelibatan orang tua/wali murid dan masyarakat dalam pengembangan sekolah untuk peningkatan kualitas belajar murid.

·       Apa saja kegiatan, materi, manfaat, yang Bapak dan Ibu harapkan ada dalam modul ini?

Kegiatan yang diharapkan dalam modul ini tentunya seperti biasa yaitu menggunakan alur MERDEKA yang ada di pendahuluan

Mulai dari Diri

·       CGP mengingat ulang pengetahuan mereka tentang faktor-faktor yang memengaruhi ekosistem sekolah dan peran pemimpin dalam pengelolaan sekolah dengan mengisi pertanyaan yang ada.

·       CGP merefleksikan hasil jawaban yang dimiliki dari pengetahuan awal tentang materi ini dengan keadaan di sekolahnya.

·       CGP mengajukan pertanyaan dan harapan tentang materi ini

Eksplorasi Konsep

 

·       Faktor-faktor yang memengaruhi ekosistem sekolah

·       Pendekatan berbasis aset dan pendekatan berbasis kekurangan/masalah

·       Pemetaan sumber daya yang ada di daerah dan sekolah menggunakan tujuh aset/sumber daya berdasarkan pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (Asset-Based Community Development/ABCD)

·       Prinsip pengelolaan sumber daya di sekolah dengan menggunakan pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (Asset-Based Community Development/ABCD)

·       Forum Diskusi: CGP mendiskusikan beberapa pertanyaan yang terkait materi dari tahap Eksplorasi Konsep dengan seluruh CGP dan dipandu oleh fasilitator

Ruang kolaborasi

·       CGP mengidentifikasi berbagai sumber daya di daerah untuk sekolahnya dan strategi pemanfaatannya secara efektif.

·       Setiap kelompok memilih satu jenis sumber daya yang akan didiskusikan dari lima sumber daya yang ada, dan hasilnya dipresentasikan dalam galeri virtual dan akan mendapatkan umpan balik dari peserta lain.

Demosntrasi Kontekstual

·       CGP melakukan analisis visi dan prakarsa perubahan dari video praktik baik.

·       CGP mengidentifikasi tindakan yang dilakukan guru dalam masing-masing tahapan B-A-G-J-A dari video praktik baik.

·       CGP merefleksikan peran pemimpin dari video praktik baik

Elaborasi Pemahaman

CGP mengelaborasi pemahamannya tentang strategi pengelolaan sumber daya melalui proses tanya jawab dan diskusi menggunakan moda konferensi daring dengan narasumber dan fasilitator. Pertanyaan-pertanyaan akan diberikan untuk menggali pemahaman CGP.

Koneksi Antar Materi

CGP membuat kesimpulan yang diunggah ke dalam sosial media dalam bentuk yang diinginkan, seperti video, artikel, infografis, powerpoint, atau lagu.

Aksi Nyata

CGP mempraktikkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki untuk mengidentifikasi aset/potensi/sumber daya secara kolaboratif bersama warga sekolah.

Materi yang diharapkan tentunya yang ada di eksplorasi konsep:

1.       Sekolah sebagai Ekosistem

2.       Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset

3.       Tujuh Modal Utama

·       Faktor-faktor yang memengaruhi ekosistem sekolah

·       Pendekatan berbasis aset dan pendekatan berbasis kekurangan/masalah

·       Pemetaan sumber daya yang ada di daerah dan sekolah menggunakan tujuh aset/sumber daya berdasarkan pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (Asset-Based Community Development/ABCD)

·       Prinsip pengelolaan sumber daya di sekolah dengan menggunakan pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (Asset-Based Community Development/ABCD)

Manfaat yang diharapkan dalam modul ini adalah memiliki kemampuan dalam:

1.       Menganalisis aset dan kekuatan dalam pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.

2.       Merancang pemetaan potensi yang dimiliki sekolahnya menggunakan pendekatan Pengembangan Komunitas berbasis Aset (Asset-Based Community Development).

3.       Menunjukkan sikap aktif, terbuka, kritis dan kreatif dalam upaya pengelolaan sumber daya.

 

 

2024-08-27

Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2

 


Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2

 

Pada minggu ini (jurnal refleksi dwi mingguan), saya mengikuti kegiatan calon guru penggerak yang membahas modul 3.2 dengan topik “Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya". Saya merasa bahwa banyak hal baik yang saya alami dalam proses tersebut. Saya juga dapat berdiskusi dengan rekan-rekan sejawat dan bertukar pengalaman dalam menerapkan nilai dan peran guru penggerak.

Dalam menulis jurnal refleksi ini saya menggunakan model 1 yaitu model 4F (Fact, Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni : Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan.

 

  1. Fact (Peristiwa)

Saya baru saja mempelajari modul 3.2 yang membahas tentang peran pemimpin dalam pengelolaan sumber daya di lingkungan sekolah melalui platform LMS dengan metode M-E-R-D-E-K-A, yang mencakup langkah-langkah seperti "Mulai dari Diri", "Eksplorasi Konsep", "Ruang Kolaborasi", dan seterusnya.

 

Pada langkah pertama, "Mulai dari Diri", saya diminta untuk menjawab serangkaian pertanyaan yang bertujuan mengaktifkan kembali pengetahuan awal saya mengenai ekosistem sekolah dan bagaimana pemimpin berperan dalam pengelolaan sumber daya di sekolah. Setelah itu, saya melanjutkan ke "Eksplorasi Konsep", di mana saya mempelajari secara mandiri tentang konsep-konsep penting yang disediakan di forum LMS. Materi yang dipelajari mencakup pemahaman tentang sekolah sebagai ekosistem, pendekatan berbasis masalah (Deficit-Based Approach) dan berbasis aset (Asset-Based Approach), pendekatan ABCD (Asset Based Community Development), serta karakteristik komunitas yang sehat.

 

Saya juga diberikan dua studi kasus terkait diskusi rapat guru mengenai kenaikan kelas murid, yang kemudian dianalisis untuk memahami dinamika rapat tersebut. Dalam sesi "Eksplorasi Konsep – Pertanyaan Pemantik", saya ditugaskan untuk merefleksikan kembali jawaban sebelumnya dan mendalami konsep Pengembangan Komunitas Berbasis Aset. Selain itu, ada juga kegiatan diskusi di forum asinkron yang mengharuskan kami menghubungkan materi yang dipelajari dengan studi kasus yang telah diberikan.

 

Dengan langkah-langkah ini, saya dapat lebih memahami bagaimana pemimpin sekolah dapat mengelola sumber daya dengan pendekatan yang lebih efektif dan berbasis kekuatan komunitas. Langkah berikutnya adalah alur ketiga, yaitu "Ruang Kolaborasi," yang terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama melibatkan diskusi kelompok yang dipandu oleh fasilitator, sedangkan sesi kedua adalah presentasi hasil diskusi kelompok. Kedua sesi tersebut dilaksanakan melalui Google Meet. Dalam diskusi kelompok, kami membahas tentang kekuatan atau aset sumber daya yang ada di sekolah masing-masing dan di daerah kami. Setelah itu, sesi kedua diisi dengan presentasi dari masing-masing kelompok mengenai hasil diskusi yang telah dilakukan.

 

2.       Perasaan (Feeling)

Sebelum mempelajari modul 3.2, pandangan saya lebih terfokus pada kekurangan dan masalah yang ada di sekolah. Saya berpikir bahwa aset di sekolah hanya terbatas pada fasilitas fisik seperti sarana dan prasarana. Namun, setelah mendalami modul 3.2 tentang kepemimpinan dalam pengelolaan sumber daya, pandangan saya berubah. Saya belajar bahwa penting bagi kita untuk mengadopsi pola pikir berbasis aset atau kekuatan. Dengan cara pandang ini, saya dapat lebih mengoptimalkan potensi dan kekuatan yang ada di sekolah untuk menjalankan program-program yang ada.

 

Pemikiran berbasis aset/kekuatan ini sangat krusial bagi seorang pemimpin, karena pemimpin harus mampu memanfaatkan setiap potensi dalam ekosistem sekolah. Dengan memaksimalkan potensi yang ada, kita dapat mendorong seluruh komunitas sekolah untuk berpikir positif dalam upaya pengembangan sekolah.

 

Setelah mempelajari modul ini, saya merasa sangat senang, bersemangat, dan optimis. Saya jadi lebih menyadari bahwa sekolah memiliki banyak potensi yang belum sepenuhnya digali dan dimanfaatkan. Saya juga merasa puas karena dapat berbagi praktik baik tentang cara memetakan potensi yang ada di sekolah. Dengan pemetaan tersebut, kita bisa merancang program-program yang memberikan dampak positif bagi murid. Hasil pemetaan dan pemanfaatan aset ini membuat kami semakin optimis untuk menggunakan potensi yang ada demi pengembangan sekolah yang berfokus pada kesejahteraan murid. Saya juga merasa bangga karena bisa mendorong rekan-rekan sejawat untuk mengadopsi pola pikir berbasis kekuatan, yang membantu kita semua lebih menyadari dan memanfaatkan potensi yang ada dalam berbagai program sekolah.

 

  1. Pembelajaran (Findings)

Pembelajaran yang saya dapatkan dari modul ini mengajarkan kami untuk merefleksikan bahwa sekolah adalah sebuah ekosistem yang terdiri dari elemen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi guna menciptakan hubungan yang seimbang dan harmonis. Elemen biotik mencakup murid, kepala sekolah, guru, staf, pengawas, orang tua, masyarakat sekitar, dinas terkait, dan pemerintah daerah, yang semuanya saling mempengaruhi dan memerlukan keterlibatan aktif satu sama lain. Sementara itu, elemen abiotik seperti keuangan, sarana prasarana, dan lingkungan alam juga memainkan peran penting dalam mendukung kesuksesan proses pembelajaran di sekolah. Dengan memahami ekosistem sekolah ini, kita dapat meningkatkan koordinasi dan kolaborasi di antara semua pihak yang terlibat untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.

 

Dalam pengelolaan sumber daya sekolah, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan:

  • Pendekatan berbasis kekurangan (deficit-based approach): Pendekatan ini berfokus pada masalah dan kekurangan yang ada di sekolah.
  • Pendekatan berbasis aset (asset-based approach): Pendekatan ini mengutamakan kekuatan dan potensi yang ada di sekolah.

 

Pendekatan berbasis aset cenderung memberikan dampak positif dalam pengembangan diri dan pencarian peluang, berbeda dengan pendekatan berbasis kekurangan yang sering kali memunculkan pikiran negatif. Oleh karena itu, lebih baik kita mengadopsi pendekatan berbasis aset dalam melihat sumber daya sekolah agar dapat mengoptimalkan kekuatan dan potensi yang ada untuk mencapai keberhasilan.

 

Selain itu, pengelolaan sumber daya sekolah juga dapat menggunakan pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Asset-Based Community Development (ABCD), yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann. Pendekatan ini berfokus pada pemberdayaan komunitas dengan memanfaatkan aset dan sumber daya yang mereka miliki. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang lebih menekankan pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan, PKBA lebih menitikberatkan pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang ada dalam komunitas. Dengan begitu, PKBA mendorong terciptanya kehidupan komunitas yang lebih berkelanjutan dan mandiri.

 

Di dalam konteks sekolah, pendekatan PKBA bisa diterapkan dengan mengoptimalkan potensi dan sumber daya seluruh warga sekolah sehingga proses pendidikan bisa berlangsung lebih efisien dan efektif. Sekolah dapat dianggap sebagai sebuah komunitas yang dapat belajar untuk menjadi lebih sehat dan tangguh. Menurut Bank of I.D.E.A.S (2014), komunitas yang sehat dan resilien memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Mempraktikkan dialog berkelanjutan dan partisipasi aktif dari seluruh anggota.
  • Menumbuhkan komitmen terhadap lingkungan.
  • Membangun koneksi dan kolaborasi.
  • Mengenali potensi diri dan mengembangkan aset yang dimiliki.
  • Menyusun masa depan dengan baik.
  • Bertindak berdasarkan ide dan peluang.
  • Menerima perubahan dengan tanggung jawab.
  • Membangun kepemimpinan yang efektif.

 

Komunitas sekolah dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya dengan pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset, mirip dengan bagaimana komunitas lain memanfaatkan sumber daya mereka. Proses ini melibatkan pemetaan tujuh jenis aset utama yang mencakup modal manusia, sosial, politik, agama dan budaya, fisik, lingkungan/alam, serta finansial. Ketujuh aset ini dapat berinteraksi dan saling melengkapi satu sama lain.

1.       Modal manusia: Dapat dikenali melalui pemetaan individu berdasarkan pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang mereka miliki.

2.       Modal sosial: Berupa norma, aturan, kepercayaan, dan jaringan yang ada di antara anggota komunitas.

3.       Modal politik: Terkait dengan kemampuan kelompok dalam mempengaruhi alokasi sumber daya di dalam unit sosial dan memanfaatkan sumber daya manusia untuk memengaruhi kebijakan.

4.       Modal agama dan budaya: Agama membantu mengatur perilaku individu dalam komunitas, sementara kebudayaan mencerminkan karya manusia yang terbentuk dari ide, norma, perilaku, dan benda.

5.       Modal fisik: Terdiri dari bangunan dan infrastruktur yang ada di komunitas.

6.       Modal lingkungan/alam: Meliputi potensi alam yang belum dikelola tetapi memiliki nilai ekonomi tinggi.

7.       Modal finansial: Merupakan dukungan keuangan yang dimiliki komunitas dan digunakan untuk mendanai pembangunan serta kegiatan.

Dengan memanfaatkan ketujuh modal utama tersebut, sekolah dapat menghasilkan kebijakan yang fokus pada peningkatan kualitas pembelajaran. Kesimpulan dari modul ini adalah bahwa seorang pemimpin pendidikan harus mampu mengenali, mengidentifikasi, menganalisis, dan memetakan potensi sumber daya di sekolah menggunakan pendekatan berbasis aset. Pendekatan ini menekankan pentingnya mengoptimalkan dan memberdayakan aset-aset yang ada untuk menciptakan perubahan yang berfokus pada kesejahteraan murid, sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara yang mengutamakan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Sebagai pemimpin pendidikan dalam pengelolaan sumber daya, kita juga harus menggali kekuatan yang dimiliki oleh komunitas di dalam ekosistem sekolah, baik dari komponen abiotik maupun biotik. Setiap elemen dalam ekosistem ini harus dilihat sebagai aset yang berharga dalam proses pengembangan. Mengelola tujuh aset utama—modal manusia, sosial, politik, agama dan budaya, fisik, lingkungan/alam, dan finansial—adalah langkah penting untuk mewujudkan perubahan pembelajaran yang berpihak pada murid. Oleh karena itu, penting bagi pemimpin pendidikan untuk menerapkan pendekatan berbasis aset ini di kelas, sekolah, dan komunitas sekitar.

 

2024-08-26

Lokakarya 4 "Penguatan Praktik Coaching"

 


Balai Guru Penggerak (BGP) kalimantan Tengah menyelenggarakan Lokakarya 4 Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) Angkatan 10 di Kabupaten Kotawaringin Timur bertempat di Balai Guru Penggerak Mini Kotim pada hari sabtu tanggal 24 Agustus 2024.

Lokakarya 4 mengangkat tema “Penguatan Praktik Coaching “. Pada lokakarya ini, CGP mendapatkan pembekalan dan pendalaman materi tentang coaching dan diferensiasi pembelajaran. Coaching merupakan salah satu strategi kunci untuk membantu guru dalam mengembangkan diri dan meningkatkan kinerjanya. Diferensiasi pembelajaran, di sisi lain, merupakan strategi untuk mengakomodasi kebutuhan belajar setiap murid yang unik dan beragam.

Kegiatan lokakarya berlangsung secara interaktif dan partisipatif. CGP dibekali dengan berbagai materi melalui ceramah, diskusi, simulasi, dan praktik langsung. Narasumber yang dihadirkan dalam lokakarya ini adalah para instruktur yang berpengalaman di bidang pendidikan dan kepemimpinan. PP selanjutnya menanggapi dan melanjutkan pertanyaan untuk menggali aspek pengembangan yang CGP inginkan untuk dibantu secara spesifik. Melalui percakapan coaching, PP mendapat gambaran dari jawaban CGP.

Lokakarya 4 PPGP Angkatan 910 kualitas pendidikan di Kalimantan Tengah. BGP Kalimantan Tengah berkomitmen untuk terus memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para guru agar mereka dapat menjadi pemimpin pembelajaran yang inspiratif dan inovatif.


2024-08-22

Pendampingan Individu 4: Mendorong Calon Guru Penggerak Menjadi Pemimpin Pembelajaran


Hadirnya guru penggerak di sekolah-sekolah menjadi salah satu inisiatif penting dari pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru di Indonesia. Melalui program ini, diharapkan guru penggerak dapat memimpin dan menginspirasi komunitas belajar, baik di dalam maupun di luar sekolah. Salah satu tahapan penting dalam program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) adalah Pendampingan Individu (PI), yang kini telah mencapai tahap ke-4 bagi Calon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 10 di Kabupaten Kotawaringin Timur, dimulai pada Rabu, 21 Agustus 2024.

Tujuan utama dari Pendampingan Individu 4 ini adalah untuk membantu CGP menerapkan hasil pembelajaran yang mereka peroleh selama sesi daring dan lokakarya. Melalui pendampingan ini, CGP diharapkan mampu mengembangkan dirinya sendiri serta guru-guru lain melalui refleksi, berbagi pengalaman, dan kolaborasi. Selain itu, CGP juga diharapkan dapat mencapai kematangan moral, emosional, dan spiritual yang mendalam sehingga mereka dapat berperilaku sesuai dengan kode etik yang berlaku.

Pada aspek pembelajaran, Pendampingan Individu 4 berfokus pada pengembangan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Ini termasuk bagaimana melibatkan orang tua secara aktif dalam proses pembelajaran. Dengan pendekatan ini, CGP akan lebih siap dalam merencanakan, menjalankan, merefleksikan, dan mengevaluasi pembelajaran yang lebih responsif terhadap kebutuhan siswa.

Indikator keberhasilan dari pendampingan ini cukup jelas: CGP harus mampu melakukan refleksi diri terhadap proses pembelajaran daring yang telah mereka ikuti selama sebulan terakhir. Selain itu, mereka harus dapat menerapkan budaya positif di kelas, serta mengintegrasikan pembelajaran yang berdiferensiasi dan memperhatikan aspek sosial-emosional siswa. CGP juga diharapkan mampu merumuskan rencana pengembangan diri mereka berdasarkan umpan balik yang diterima setelah observasi.

Pendampingan ini dilakukan melalui supervisi akademik dengan pendekatan coaching, yang terdiri dari tiga tahap: awal, inti, dan akhir.

Bagian Awal: Membangun Hubungan dan Menetapkan Fokus

Pada bagian awal pendampingan, Pengajar Praktik (PP) memulai dengan menyapa dan menanyakan kabar CGP, menciptakan suasana yang nyaman dan terbuka untuk diskusi. Selanjutnya, PP menyampaikan tujuan dan fokus dari Pendampingan Individu 4. Dalam sesi ini, PP juga mengajak CGP untuk mendiskusikan pengalaman belajar mereka selama sebulan terakhir, termasuk hambatan yang mereka hadapi dalam menjalankan peran sebagai guru penggerak di sekolah. Ini menjadi kesempatan penting bagi CGP untuk merenungkan perjalanan mereka sejauh ini dan merumuskan strategi untuk mengatasi tantangan yang ada.

Bagian Inti: Observasi Berbasis Coaching

Bagian inti pendampingan terdiri dari tiga langkah: pra observasi, observasi, dan pasca observasi. Pada tahap pra observasi, PP mengawali dengan menjelaskan tujuan besar dari supervisi akademik yang akan dilakukan. CGP diminta untuk mengungkapkan capaian yang ingin mereka raih dalam percakapan ini, yang menjadi dasar untuk perencanaan dan pelaksanaan observasi.

Selama observasi, PP memantau dan mencatat proses pembelajaran yang dilakukan oleh CGP, dengan fokus pada bagaimana mereka menerapkan budaya positif, pembelajaran berdiferensiasi, dan pendekatan sosial-emosional. Setelah observasi, sesi pasca observasi dilakukan melalui percakapan coaching, di mana CGP diberi kesempatan untuk merefleksikan performa mereka dan menerima umpan balik yang membangun dari PP.

Bagian Akhir: Refleksi dan Rencana Pengembangan

Pada bagian akhir, PP dan CGP bersama-sama merumuskan rencana pengembangan diri yang akan dilaksanakan ke depan. Dengan pendekatan ini, CGP diharapkan mampu terus berkembang sebagai pemimpin pembelajaran, tidak hanya bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi rekan-rekan sejawat dan siswa-siswa di sekolah mereka.

Pendampingan Individu 4 ini merupakan langkah penting dalam perjalanan Calon Guru Penggerak untuk menjadi agen perubahan di dunia pendidikan. Dengan bimbingan yang tepat dan pendekatan yang mendalam, CGP diharapkan mampu membawa transformasi positif di sekolah mereka, membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan berintegritas.