Kamis, 20 Maret 2024 pukul 13.00-15.15 WIB di LMS 1.1.a.5.1 Ruang Kolaborasi Modul 1.1
Presentasi yang kembali dibersamai Fasilitator Dalam Meeting Virtual G-Meet.
Tugas 3
Kolaborasi
kelompok
1.
Anda membentuk sesuai dengan
jumlah CGP yang diampu oleh Fasilitator.
2.
Masing-masing kelompok
ditugaskan untuk mendiskusikan
· Apa kekuatan konteks
sosio-kultural di daerah Anda yang sejalan dengan pemikiran KHD?
· Bagaimana pemikiran KHD dapat
dikontekstualkan sesuaikan dengan
nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan
karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks
lokal sosial budaya di daerah Anda?
· Sepakati satu kekuatan
pemikiran KHD yang menebalkan laku murid di kelas atau sekolah Anda sesuai
dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda yang dapat diterapkan.
Jawaban
1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural di daerah Anda yang sejalan dengan pemikiran KHD?
Banyak terdapat kekuatan yang berakar dari sosio kultural yang ada dimasyarakat Sampit (Kotawaringin Timur) Kalimantan Tengah seperti :
Mandi safar
Budaya mandi Safar di Sampit (Kotawaringin Timur), Kalimantan Tengah, adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat setempat pada bulan Safar dalam penanggalan Islam. Bulan Safar dianggap sebagai bulan yang dihiasi dengan berbagai kepercayaan dan mitos di beberapa budaya, termasuk di Indonesia.
Mandi Safar merupakan praktik spiritual di mana masyarakat percaya bahwa mandi di bulan Safar dapat membersihkan diri dari energi negatif, penyakit, dan membawa keberkahan. Mandi tersebut biasanya dilakukan dengan air dari sumber-sumber alam seperti sungai atau mata air yang dianggap memiliki kekuatan penyembuhan.
Selain mandi, dalam budaya ini juga sering dilakukan kegiatan seperti berdoa, berpuasa, dan menyantuni yang dianggap dapat meningkatkan keberkahan dan perlindungan dari berbagai masalah
Yang kami ambil
adalah
1. Nilai Spiritualitas
2. Pentingnya Tradisi Lokal
3. Kemandirian dan Keberanian
4. Solidaritas dan Gotong Royong
2. Bagaimana pemikiran KHD dapat
dikontekstualkan sesuaikan dengan
nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan
karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks
lokal sosial budaya di daerah Anda?
Pemikiran Ki
Hajar Dewantara (KHD) tentang pendidikan holistik yang berpusat pada murid
sangatlah relevan untuk dikontekstualisasikan dengan nilai-nilai luhur kearifan
lokal di Sampit (Kotawaringin Timur) Kalimantan Tengah.
Kearifan lokal
Sampit (Kotawaringin Timur) memiliki banyak nilai yang sejalan dengan pemikiran
KHD, seperti gotong royong, kebersamaan, penghormatan terhadap leluhur, dan
pelestarian alam.
• Gotong royong: Nilai ini tercermin
dalam kegiatan “mandi safar” yang dilakukan masyarakat Sampit untuk
menyelesaikan pekerjaan bersama.
• Kebersamaan: Nilai ini terlihat
dalam tradisi “melamang” atau “manugal” yang mempererat hubungan antar warga.
• Penghormatan terhadap leluhur: Nilai
ini tertanam dalam tradisi “Tiwah” yang dilakukan masyarakat untuk mendoakan
leluhur.
• Pelestarian alam: Nilai ini
tercermin dalam tradisi “tanah adat” sebagai bentuk rasa syukur kepada alam.
Beberapa
kekuatan konteks sosio-kultural di daerah seperti Sampit, Kalimantan Tengah, terkait
dengan budaya mandi Safar yang sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara,
pendiri pendidikan modern di Indonesia, antara lain:
1. Nilai Spiritualitas: Budaya mandi
Safar mengandung nilai-nilai spiritualitas yang kuat, di mana masyarakat
memandangnya sebagai praktik untuk membersihkan diri dari energi negatif dan
mendapatkan keberkahan. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara
yang menekankan pentingnya pendidikan sebagai upaya untuk memperkokoh
spiritualitas dan moralitas individu.
2. Pentingnya Tradisi Lokal: Mandi Safar
merupakan bagian dari tradisi lokal yang diwariskan secara turun-temurun. Ki
Hajar Dewantara juga menganjurkan pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan
lokal sebagai bagian integral dari pembangunan budaya dan karakter bangsa.
3. Kemandirian dan Keberanian: Praktik
mandi Safar menuntut kemandirian dan keberanian dari individu, terutama dalam
menghadapi ketakutan atau kepercayaan negatif terhadap bulan Safar. Ini sejalan
dengan gagasan Ki Hajar Dewantara tentang pentingnya pembangunan karakter yang
kuat dalam pendidikan, termasuk kemandirian dan keberanian.
4. Solidaritas dan Gotong Royong:
Kegiatan mandi Safar sering kali dilakukan secara bersama-sama, memperkuat
ikatan sosial dan solidaritas antarwarga. Hal ini sejalan dengan filosofi
pendidikan Ki Hajar Dewantara yang menekankan pentingnya pendidikan untuk memupuk
rasa solidaritas dan gotong royong dalam masyarakat.
Dengan
memperhatikan kekuatan konteks sosio-kultural ini, kita dapat melihat bagaimana
budaya mandi Safar di Sampit, Kalimantan Tengah, memiliki kesesuaian dengan
pemikiran dan nilai-nilai yang dianut oleh Ki Hajar Dewantara dalam pembangunan
pendidikan dan karakter bangsa.
3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD
yang menebalkan laku murid di kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks
lokal sosial budaya di daerah Anda yang dapat diterapkan.
Pertimbangan
kodrat alam dengan membawa budaya lokal dalam membentuk lingkungan belajar di
sekolah akan membuat peserta didik lebih memaknai proses belajarnya, lebih
mengenal jati diri budaya lokal dan sekaligus melestarikannya.
Keagamaan dan
budaya lokal gotong royong, mandiri, berani
yang diterapkan dalam lingkungan sekolah akan menebalkan karakter dan
budi pekerti anak dalam kehidupan sosialnya baik di sekolah, di rumah ataupun
di masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar